Macam – macam metodologi dalam manajemen proyek



MACAM-MACAM METODOLOGI DALAM MANAJEMEN PROYEK

1.      Metodologi The Traditional Approach


Disebut juga Pendekatan Konvensional (conventional approach) atau Pendekatan Klasik (classical approach).Metodologi ini  mengembangkan sistem dengan mengikuti tahapan-tahapan pada System Life Cycle. Pendekatan ini menekankan bahwa pengpengembangan akan berhasil bila mengikuti tahapan pada System Life Cycle.
Permasalahan-permasalahan yang dapat timbul pada Pendekatan Klasik adalah sebagai berikut :
1.      Pengembangan perangkat lunak akan menjadi sulit.

2.      Pendekatan klasik kurang memberikan alat-alat dan teknik-teknik di dalam
mengembangkan sistem dan sebagai akibatnya proses pengembangan
perangkat lunak menjadi tidak terarah dan sulit untuk dikerjakan oleh
pemrogram. Lain halnya dengan pendekatan terstruktur yang memberikan
alat-alat seperti diagram arus data (data flow diagram), kamus data (data
dictionary), tabel keputusan (decision table). diagram IPO, bagan
terstruktur (structured chart) dan lain sebagainya yang memungkinkan pengembangan perangkat lunak lebih terarah berdasarkan alat-alat dan teknik-teknik tersebut.

3.      Biaya perawatan atau pemeliharaan sistem akan menjadi mahal
Mahalnya biaya perawatan pada pendekatan sistem klasik disebabkan
karena dokumentasi sistem yang dikembangkan kurang lengkap dan
kurang terstruktur. Dokumentasi ini merupakan hasil dari alat-alat dan
teknik -teknik yang digunakan. Karena pendekatan klasik kurang didukung
oleh alat-alat dan teknik-teknik, maka dokumentasi menjadi tidak lengkap
dan walaupun ada tetapi strukturnya kurang jelas, sehingga pada waktu
pemeliharaan sistem menjadi kesulitan.

4.       Kemungkinan kesalahan sistem besar Pendekatan klasik tidak menyediakan kepada analis sistem cara untuk melakukan pengetesan sistem, sehingga kemungkinan kesalahankesalahan sistem akan menjadi lebih besar.

5.      Keberhasilan sistem kurang terjamin Penekanan dari pendekatan klasik adalah kerja dari personil-personil pengembang sistem, bukan pada pemakai sistem, padahal sekarang sudah disadari bahwa dukungan dan pemahaman dari pemakai sistem
terhadap sistem yang sedang dikembangkan merupakan hal yang vital untuk keberhasilan proyek pengembangan sistem pada akhirnya.

2.      Metodologi Rational Unified Process

Rational Unified Process (RUP) merupakan suatu metode rekayasa perangkat lunak yang dikembangkan dengan mengumpulkan berbagai best practises yang terdapat dalam industri pengembangan perangkat lunak. Ciri utama metode ini adalah menggunakan use-case driven dan pendekatan iteratif untuk siklus pengembangan perankat lunak. Gambar dibawah menunjukkan secara keseluruhan arsitektur yang dimiliki RUP.
RUP menggunakan konsep object oriented, dengan aktifitas yang berfokus pada pengembangan model dengan menggunakan Unified Model Language (UML). Melalui gambar dibawah dapat dilihat bahwa RUP memiliki, yaitu:
  • Dimensi pertama digambarkan secara horizontal. Dimensi ini mewakili aspek-aspek dinamis dari pengembangan perangkat lunak. Aspek ini dijabarkan dalam tahapan pengembangan atau fase. Setiap fase akan memiliki suatu major milestone yang menandakan akhir dari awal dari phase selanjutnya. Setiap phase dapat berdiri dari satu beberapa iterasi. Dimensi ini terdiri atas Inception, Elaboration, Construction, dan Transition.
  • Dimensi kedua digambarkan secara vertikal. Dimensi ini mewakili aspek-aspek statis dari proses pengembangan perangkat lunak yang dikelompokkan ke dalam beberapa disiplin. Proses pengembangan perangkat lunak yang dijelaskan kedalam beberapa disiplin terdiri dari empat elemen penting, yakni who is doing, what, how dan when. Dimensi ini terdiri atas:
§  Business Modeling
§   Requirement,
§   Analysis and Design,
§   Implementation,
§   Test,
§   Deployment,
§   Configuration dan Change Manegement,
§   Project Management,
§  Environtment.

 Pada penggunaan kedua standard tersebut diatas yang berorientasi obyek (object orinted) memiliki manfaat yakni:
  • Improve productivity
Standard ini dapat memanfaatkan kembali komponen-komponen yang telah tersedia/dibuat sehingga dapat meningkatkan produktifitas
  • Deliver high quality system
Kualitas sistem informasi dapat ditingkatkan sebagai sistem yang dibuat pada komponen­komponen yang telah teruji (well-tested dan well-proven) sehingga dapat mempercepat delivery sistem informasi yang dibuat dengan kualitas yang tinggi.
  • Lower maintenance cost
Standard ini dapat membantu untuk menyakinkan dampak perubahan yang terlokalisasi dan masalah dapat dengan mudah terdeteksi sehingga hasilnya biaya pemeliharaan dapat dioptimalkan atau lebih rendah dengan pengembangan informasi tanpa standard yang jelas.
  • Facilitate reuse
Standard ini memiliki kemampuan yang mengembangkan komponen-komponen yang dapat digunakan kembali untuk pengembangan aplikasi yang lainnya.
  • Manage complexity
Standard ini mudah untuk mengatur dan memonitor semua proses dari semua tahapan yang ada sehingga suatu pengembangan sistem informasi yang amat kompleks dapat dilakukan dengan aman dan sesuai dengan harapan semua manajer proyek IT/IS yakni deliver good quality software within cost and schedule time and the users accepted.
Fase RUP
  • Inception/insepsi
  • Elaboration/elaborasi
  • Construction/konstruksi
  • Transition/transisi

  • Inception
    • Menentukan Ruang lingkup proyek
    • Membuat ‘Business Case’
    • Menjawab pertanyaan “apakah yang dikerjakan dapat menciptakan ‘good business sense’ sehingga proyek dapat dilanjutkan
  • Elaboration
    • Menganalisa berbagai persyaratan dan resiko
    • Menetapkan ‘base line’
    • Merencanakan fase berikutnya yaitu construction

  • Construction
    • Melakukan sederetan iterasi
    • Pada setiap iterasi akan melibatkan proses berikut: analisa desain, implementasi dan testing
  • Transistion
    • Membuat apa yang sudah dimodelkan menjadi suatu produk jadi
    • Dalam fase ini dilakukan:
      • Beta dan performance testing
      • Membuat dokumentasi tambahan seperti; training, user guides dan sales kit
      • Membuat rencana peluncuran produk ke komunitas pengguna
Peran Use Case Pada Setiap Fase
  • Inception
    • Menolong mengembangkan scope proyek
    • Menolong menetapkan penjadwalan dan anggaran
  • Elaboration
    • Menolong dalam melakukan analisa resiko
    • Menolong mempersiapkan fase berikutnya yaitu konstruksi
  • Construction
    • Melakukan sederetan iterasi
    • Pada setiap iterasi akan akan melibatkan proses berikut: analisa desain, implementasi dan testing
  • Transistion
    • Membuat apa yang sudah dimodelkan menjadi suatu produk jadi
    • Dalam fase ini dilakukan:
      • Beta dan performance testing
      • Membuat dokumentasi tambahan seperti; training, user guides dan sales kit
      • Membuat rencana peluncuran produk ke komunitas pengguna
Penerapan Tahapan Metodologi Pengembagan Perangkat Lunak dengan Menggunakan RUP (Contoh Kasus)
     Metodologi Rational Unified Process (RUP). Metode RUP merupakan metode pengembangan kegiatan yang berorientasi pada proses. Dalam metode ini, terdapat empat tahap pengembangan perangkat lunak yaitu:
  • Inception
Pada tahap ini pengembang mendefinisikan batasan kegiatan, melakukan analisis kebutuhan user, dan melakukan       perancangan awal perangkat lunak (perancangan arsitektural dan use case). Pada akhir fase ini, prototipe perangkat lunak versi Alpha harus sudah dirilis
  • Elaboration  :
Pada tahap ini dilakukan perancangan perangkat lunak mulai dari menspesifikasikan fitur perangkat lunak hingga perilisan prototipe versi Betha dari perangkat lunak.
  • Construction           
Pengimplementasian rancangan perangkat lunak yang telah dibuat dilakukan pada tahap ini. Pada akhir tahap ini, perangkat lunak versi akhir yang sudah disetujui administrator dirilis beserta  dokumentasi perangkat lunak.
  • Transition               
Instalasi , deployment dan sosialisasi perangkat lunak dilakukan pada tahap ini.
3.      Metodologi Critical Chain

Critical Chain Project Management adalah turunan dari manajemen CPM ( Critical Path Management ).Critical Chain Project Management atau dikenal juga sebagai Metode Rantai Kritis adalah metode perencanaan dan pengolahan proyek yang menekankan pada sumber daya (sik dan manusia ) yang diperlukan dalam rangka melakukan tugas-tugas proyek. Tujuan dari penggunaan CCPM dalam menyelesaikan proyek adalah untuk meningkatkan tingkat throughput atau tingkat penyelesaian proyek. Sebuah aplikasi dari Teori Kendala (TOC) untuk proye-proyek. Tujuannya adalah untuk meningkatkan tingkat throughput (atau tingkat penyelesaian) proyek dalam suatu organisasi. Menerapkan tiga pertama dari lima langkah fokus dari TOC, kendala sistem untuk semua proyek yang diidentikasi sebagai sumber daya.
Untuk mengeksploitasi kendala, tugas pada rantai kritis diberikan prioritas di atas semua kegiatan lainnya.Akhirnya, proyek yang direncanakan dan dikelola untuk memastikan bahwa sumber daya yang siap ketika tugas rantai kritis harus mulai, mensubordinasi semua sumber daya lain untuk rantai kritis.Terlepas dari jenis proyek, rencana proyek harus menjalani meratakan
Sumber Daya, dan urutan terpanjang terbatas sumber daya tugas harus diidentikasi sebagai rantai kritis.
 Dalam lingkungan multi-proyek, meratakan
sumber daya harus dilakukan di seluruh proyek. Namun, cukup sering untuk
mengidentikasi (atau pilih) a “drum” tunggal sumber daya-sumber daya
yang bertindak sebagai kendala di proyek-proyek dan terhuyung berdasarkan
ketersediaan sumber daya tunggal itu.
CCPM metode baru dalam revolusi cara berkir yang dapat digunakan untuk menentukan bagaimana mengurangi / mempercepat pengerjaan proyek dan meningkatkan kemampuan penjadwalan dan budget yang telah ditentukan.Melepaskan yang lainnya, membuktikan bahwa pengalaman managerprojek telah mengetahui penting CCPM dari satu dekade, dan kenunikan dari CCPM ada di terminologinya dari pada isi pokoknya.
Aplikasi atau software
CCPM memerlukan software khusus yang sekarang ini telah ditawarkan oleh beberapa vendor atau instansi yang bukan untuk kebutuhan dagang pasar. Sebagai bukti, beberapa organisasi mengingat dengan baik pengangkatan CCPM sebagai cara untuk meningkatkan kinerja projek yang menyangkut hal biaya pasti, masalah ekonomi dan perubahan pada budaya dan prosedur.
Oleh sebab itu, kehati-hatian evaluasi dan penilaian dari CCPM sangat berpotensi untuk membawa peningkatan perintah yang siknikan.
Menurut Badri (1997), manfaat yang didapat jika mengetahui lintasan
kritis adalah sebagai berikut :
1.      Penundaan pekerjaan pada lintasan kritis menyebabkan seluruh pekerjaan
proyek tertunda penyelesaiannya.
2.      Proyek dapat dipercepat penyelesaiannya, bila pekerjaan-pekerjaan yang
ada pada lintasan kritis dapat dipercepat.
3.      Pengawasan atau kontrol dapat dikontrol melalui penyelesaian jalur
kritis yang tepat dalam penyelesaiannya dan kemungkinan di trade
 (pertukaran waktu dengan biaya yang esien) dan crash program
(diselesaikan dengan waktu yang optimum dipercepat dengan biaya
yang bertambah pula) atau dipersingkat waktunya dengan tambahan
biaya lembur.
4.       Time slack atau kelonggaran waktu terdapat pada pekerjaan yang tidak
melalui lintasan kritis. Ini memungkinkan bagi manajer/pimpro untuk
memindahkan tenaga kerja, alat, dan biaya ke pekerjaan-pekerjaan di
lintasan kritis agar efektif dan esien.

Beberapa contoh proyek yang berhasil dimana pengerjaan proyeknya menggunakan
metode CCPM :
1.      Sebuah pabrik semikonduktor besar menyelesaikan pembangunan pabrik
baru di 13 bulan (dibandingkan dengan patokan mereka dari 29 bulan)
saat pertemuan spec dan tinggal dalam 4% dari anggaran konvensional.
2.       Sebuah kecil pengembang perangkat lunak CCPM diterapkan untuk
dua Proyek penting yang tak berdaya di belakang jadwal. Untuk heran
semua orang, mereka disampaikan kedua proyek tepat waktu.
3.       Sebuah perusahaan telekomunikasi besar diterapkan pendekatan dan
menyadari pengurangan yang luar biasa pada saat pengembangan produk.
Perusahaan ini sekarang memiliki ratusan manajer proyek menggunakan
metode Rantai Kritis.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MACAM-MACAM ORGANISASI PROYEK

PROJECT INTEGRATION MANAGEMEMNT